Kualitas Sumber Daya Manusia Sebagai Penentu Keberhasilan Pembangunan
Semangat membangun selalu mengacu kepada amanat yang tercantum dalam UUD 1945, Pancasila dan GBHN. Pembangunan Pertanian, khususnya di subsektor tanaman pangan dan hortikultura bertitik fokus pada pembangunan bidang ekonomi seiring dengan pengembangan sumber daya manusia. Ini dimaksudkan untuk dapat menciptakan atmosfir yang kondusif bagi usaha pemantapan swasembada pangan, pengembangan agriibisnis, pengembangan hortikultura, dan agroindustri dengan teknologi ramah lingkungan yang terjangkau petani.
Langkah strategis yang perlu dilaksanakan oleh pelaksana pembangunan pertanian untuk mampu mewujudkan dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan adalah
(1) Melaksanakan peningkatan kualitas SDM yang dibarengi dengan kuantitas yang disesuaikan dengan kebutuhan,
(2) Memacu pengembangan Iptek pada tahap prapanen, produksi, pasca panen, dan pengolahan serta pemasaran,
(3) Optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber pertumbuhan melalui promosi
Pembangunan perekonomian pertanian berarti membangun pedesaan termasuk di dalamnya sumber daya manusia sebagai subyek dan pembangunan itu sendiri. Untuk itu perlu menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian bangsa dalam rangka meningkatkan SDM untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang lebih sukses, yang lebih selaras, adil dan merata. Juga perlu meningkatkan landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya. Jelas hal ini membuktikan adanya penitikberatan pada semangat dan tekad kemandirian yang bertumpu pada kualitas manusia yang lebih meningkat. Begitupun halnya di sektor pertanian, manusia pertanian diharapkan dapat lebih mandiri, yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mengambil keputusan usaha taninya secara kritis, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pembangunan yang dimiliki, dan meningkatkan produktifitas sumber daya manusia.
Dari aspek manusianya, secara umum kualitas dan produktifitas tenaga kerja pertanian selama pelita V telah meningkat. Salah satu ukuran kualitas sumberdaya manusia adalah pencapaian pendidikan formal. Sebagai contoh (Statistik Indonesia, 1991) pada tahun 1990 sebanyak 59,1 persen pekerja sektor pertanian tidak menamatkan SD, 32,3 persen tamat SD, sedangkan yang tamat SLTP dan SLTA masing-masing hanya 5,6 persen dan 2,8 persen Walaupun demikian sebenarnya selama kurun waktu lima tahun terakhir tingkat pendidikan pendidikan tersebut menunjukkan adanya perbaikan. Namun demikian, keadaan yang lebih baik diperlihatkan pada tingkat pendidikan di non-pertanian, dimana pada tahun 1990 hanya 32,1 persen yang berpendidikan tidak tamat SD, 12,4 persen taman SLTP, 19,9 persen tamat SLTA, dan 44,0 persen diantaranya tamat perguruan tinggi. Kualitas tenaga kerja pertanian yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pekerja di sektor pertanian menjadi salah satu penyebab lebih rendahnya produktifitas tenaga kerja pertanian.
Selain kualitas yang relatif rendah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Kualitas manusia pertanian sangat beragam; dari peramu, peladang berpindah sampai pada petani modern. Permasalahan ini lebih dipersulit lagi karena di daerah yang belum berkembang tersebut kepadatan penduduk per Km2 juga sangat rendah, sehingga percepatan awal pembangunan tidak dapat dilakukan langsung dengan penerapan atau intoduksi teknologi yang sudah biasa diterapkan oleh petani di wilayah yang telah maju, seperti di Kawasan Barat Indonesia.
Pembinaan sumberdaya manusia pertanian diarahkan tidak saja pada kemampuannya dalam berusahatani, tetapi juga pada kemampuannya dalam bisnis pertanian. Pengembangan sumberdaya manusia pertanian dicapai melalui peningkatan daya nalar dan produktifitas kerjanya. Dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian ini fokus utama diarahkan pada:
(i) peningkatan kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian; dan
(ii) pengusaan kualitas keterampilan disertai dengan pembinaan semangat kerja, disiplin dan sifat professional.
Peningkatan kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian antara lain dilaksanakan melalui peningkatan efektivitas pendidikan dan pelatihan, termasuk di dalamnya penyesuaian orientasi program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pertanian. Ini dilakukan mengacu pada peningkatan kemampuan untuk melaksanakan pembangunan dengan sistem agribisnis, mengembangkan keterpaduan antar subsistem dan meningkatkan kemampuan perencanaan dan monitoring baik pusat maupun daerah. Orientasi program pendidikan, latihan, dan penyuluhan juga perlu disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat, potensi sumberdaya pertanian, dan potensi pengembangan wilayah.
Dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia pertanian seperti disebutkan di atas, kebijaksanaan dalam penyusunan program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perlu disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik sumberdaya suatu lokasi dan kebutuhan yang dirasakan bagi pengembangan daerah tersebut. Selain itu, rancangan teknologi pertanian yang akan dimasyarakatkan disesuaikan dengan karakteristik wilayah pengembangan, baik ditinjau dari agroekologinya maupun sumberdaya manusianya.
Keberhasilan membangun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar