Jumat, 09 Januari 2009

PEMBANGUNAN PERTANIAN HARUS BERPIHAK KE-MASYARAKAT

PEMBANGUNAN PERTANIAN HARUS BERPIHAK KE-MASYARAKAT

OLEH: TISMAN

Dari konsep pembangunan yang multi dimensi jika tanpa melibatkan semua pihak termasuk pakar ilmu dan teknologi baik sosial maupun pakar ilmu alam tentunya proses pembangunan pertanian terpadu yang unggul dan kompetitif sulit tercipta, dengan alasan pembangunan hanya dilakukan secara parsial tidak sparsial. Selain itu pembangunan bukan saja menyangkut meningkatkan nilai tambah dan ekonomis atas bahan mentah melainkan termasuk pula perubahan sikap, pola pikir dan budaya manusia Keempat, faktor teknologi. Kegiatan pertanian merupakan pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak modal, pengetahuan khusus dan teknologi tepat guna. Dengan penggunaan teknologi; bibit unggul, pupuk, racun hama, dan peralatan mekanik, kegiatan pertanian diharapkan lebih efisien dan produktif. Ini hendaknya mudah didapat dan dengan harga yang relatif terjangkau oleh petani.

Kelima, faktor distribusi dan pemasaran. Setelah kegiatan produksi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan distribusi dan pemasaran hasil produksi harus ditata sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa setiap hasil pertanian tetap terjual di pasaran lokal, regional dan internasional. Untuk itu Pemerintah Provinsi Riau harus menciptakan pengaturan dalam rangka memasarkan produk pertanian di daerah. Pemasaran lokal diserahkan kepada Koprasi Unit Desa dan pemasaran regional dan internasional harus ada koordinasi antara instansi terkait, misalnya: Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Perhubungan, Badan Gugus Kendali Mutu, termasuk pula Badan yang mengatur kegiatan Ekspor-Inpor.

Keenam, pemberdayaan koperasi. Perubahan mendasar pada fungsi koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan adalah dengan telah dikeluarkannya UU. No. 25 Tahun 1992, bahwa koperasi tidak lagi semata-mata sebagai organisasi ekonomi bertujuan sosial melainkan sebagai organisasi ekonomi yang mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat luas. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang dimaksud, struktur koperasi termasuk KUD di Provinsi Riau yang selama ini kurang efektif perlu dilakukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Tidak saja perluasan usaha, manajemen yang baik, struktur modal yang kuat sampai kepada peningkatan sumber daya manusia pengurus dan keanggotaannya.

Ketujuh, kemitraan berusaha. Dalam perkembangan perekonomian masyarakat daerah di Provinsi Riau, sangat dirasakan adanya kepincangan struktural, antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Kesenjangan itu merupakan akibat dari tidak meratanya pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas usaha, serta sistem distribusi dan pemasaran diantara pelaku ekonomi. Untuk memecahkan masalah ini menuntut perlu dilakukannya kemitraan berusaha, dan bukan ketergantungan dan persaingan yang tidak sehat. Kemitraan berusaha yang dimaksud adalah dalam rangka penciptaan hubungan kerja antara pelaku ekonomi yang didasarkan kepada ikatan yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sejajar, dilandasi oleh prinsip saling menunjang, dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan.

Kedelapan, kebijakan anti monopoli, oligopoli dan kartel. Dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan, tidak dibenarkan adanya praktek-praktek monopoli, oligopoli dan kartel. Hal ini bertentangan dengan prinsip ekonomi dan keadilan. Kegiatan monopoli sudah barang tentu tidak efisien, karena pelakunya secara sengaja membatasi keluaran dan membebankan harga yang lebih tinggi dibandingkan jika keluaran atau produksi itu dihasilkan dalam kondisi persaingan yang murni dan sempurna.

Dengan demikian strategi pembangunan yang seharusnya dikembangkan adalah dengan konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan perdesaan dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan potensi Desa, yaitu Desa persawahan, Desa perladangan, Desa perkebunan, Desa peternakan, Desa perikanan, Desa industri besar dan sedang, Desa industri kecil dan kerajinan, Desa jasa dan perdagangan, dan Desa pariwisata.Strategi pembangunan pertanian terpadu di era reformasi ini harus pula diarahkan kepada keperpihakan pembangunan kepada masyarakat banyak yang masih dililit kesulitan ekonomi yang tingkat kehidupannya masih berada dibawah garis kemiskinan. Konsep yang demikian sering kita sebut dengan ekonomi kerakyatan. Beberapa faktor penting dalam konsep ekonomi kerakyatan yang harus dikembangkan agar dapat menunjang pembangunan pertanian terpadu, antara lain; Pertama, faktor sumber daya manusia. Sebagaimana telah diketahui ada dua kelompok pelaku dalam pembangunan yaitu Pemerintah dan masyarakat. Kedua pelaku pembangunan ini adalah sama-sama penting dan memberikan akses bagi pembangunan. Kedua pelaku pembangunan ini sama-sama perlu ditingkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Perlu diberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani dan nelayan, dalam rangka efektivitas dan efisiensi dalam berusaha. Selain itu instansi yang terkait menyangkut masalah kegiatan pertanian harus pula rutin dan lebih serius lagi dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan.

Kedua, faktor lahan pertanian. Faktor pemilikan lahan oleh petani sangat penting, dan justru perlu pengaturan, pembagian, dan penataan kembali kepemilikan hak-hak atas tanah. Melalui Dinas Pertanahan harus benar-benar melakukan pemetaan, pembagian dan penggunaan lahan pertanian secara transparan dan seadil-adilnya, sehingga lahan-lahan yang tidak produktif dapat diserahkan kepada masyarakat yang tidak memiliki atau lahannya sangat sempit untuk kegiatan berusaha.

Ketiga, faktor permodalan. Petani kita perlu pula memiliki modal dalam arti dana untuk investasi dan modal kerja. Jika tidak ada dana, sudah barang tentu petani tidak akan mungkin memiliki peralatan, bibit tanaman yang unggul, pupuk, racun hama dan biaya hidup selama kegiatan produksi. Program permodalan petani untuk kegiatan berusaha, dapat dilakukan Pemerintah melalui kebijakan kredit lunak melalui bank milik Pemerintah Daerah, misalnya melalui Bank Riau dan PT.PER atau program bantuan khusus disalurkan kepada KUD atau Bank Desa yang telah dibentuk dan dibina secara mapan.

Keempat, faktor teknologi. Kegiatan pertanian merupakan pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak modal, pengetahuan khusus dan teknologi tepat guna. Dengan penggunaan teknologi; bibit unggul, pupuk, racun hama, dan peralatan mekanik, kegiatan pertanian diharapkan lebih efisien dan produktif. Ini hendaknya mudah didapat dan dengan harga yang relatif terjangkau oleh petani.

Kelima, faktor distribusi dan pemasaran. Setelah kegiatan produksi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan distribusi dan pemasaran hasil produksi harus ditata sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa setiap hasil pertanian tetap terjual di pasaran lokal, regional dan internasional. Untuk itu Pemerintah Provinsi Riau harus menciptakan pengaturan dalam rangka memasarkan produk pertanian di daerah. Pemasaran lokal diserahkan kepada Koprasi Unit Desa dan pemasaran regional dan internasional harus ada koordinasi antara instansi terkait, misalnya: Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Perhubungan, Badan Gugus Kendali Mutu, termasuk pula Badan yang mengatur kegiatan Ekspor-Inpor.

Keenam, pemberdayaan koperasi. Perubahan mendasar pada fungsi koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan adalah dengan telah dikeluarkannya UU. No. 25 Tahun 1992, bahwa koperasi tidak lagi semata-mata sebagai organisasi ekonomi bertujuan sosial melainkan sebagai organisasi ekonomi yang mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat luas. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang dimaksud, struktur koperasi termasuk KUD di Provinsi Riau yang selama ini kurang efektif perlu dilakukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Tidak saja perluasan usaha, manajemen yang baik, struktur modal yang kuat sampai kepada peningkatan sumber daya manusia pengurus dan keanggotaannya.

Ketujuh, kemitraan berusaha. Dalam perkembangan perekonomian masyarakat daerah di Provinsi Riau, sangat dirasakan adanya kepincangan struktural, antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Kesenjangan itu merupakan akibat dari tidak meratanya pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas usaha, serta sistem distribusi dan pemasaran diantara pelaku ekonomi. Untuk memecahkan masalah ini menuntut perlu dilakukannya kemitraan berusaha, dan bukan ketergantungan dan persaingan yang tidak sehat. Kemitraan berusaha yang dimaksud adalah dalam rangka penciptaan hubungan kerja antara pelaku ekonomi yang didasarkan kepada ikatan yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sejajar, dilandasi oleh prinsip saling menunjang, dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan.

Kedelapan, kebijakan anti monopoli, oligopoli dan kartel. Dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan, tidak dibenarkan adanya praktek-praktek monopoli, oligopoli dan kartel. Hal ini bertentangan dengan prinsip ekonomi dan keadilan. Kegiatan monopoli sudah barang tentu tidak efisien, karena pelakunya secara sengaja membatasi keluaran dan membebankan harga yang lebih tinggi dibandingkan jika keluaran atau produksi itu dihasilkan dalam kondisi persaingan yang murni dan sempurna.

Dengan demikian strategi pembangunan yang seharusnya dikembangkan adalah dengan konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan perdesaan dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan potensi Desa, yaitu Desa persawahan, Desa perladangan, Desa perkebunan, Desa peternakan, Desa perikanan, Desa industri besar dan sedang, Desa industri kecil dan kerajinan, Desa jasa dan perdagangan, dan Desa pariwisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar