RUMUSAN SEMINAR
PROSPEK DAN PERCEPATAN INVESTASI
AGRIBISNIS PERKEBUNAN
Jakarta, 10 Maret 2004
Seminar sehari yang merupakan kerjasama Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan , membahas topik “Prospek dan Percepatan Investasi Agribisnis Perkebunan” dan dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2004 di Hotel Hilton Jakarta. Seminar diawali dengan keynote speech Menteri Pertanian dan membahas 6 makalah menyangkut prospek makro ekonomi, arah dan kebijakan investasi pada sub sektor perkebunan, industri hilir perkebunan, serta kiat-kiat percepatan investasi agribisnis perkebunan. Dari paparan dan diskusi yang berkembang, dihasilkan rumusan sebagai berikut:
• Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kinerja ekonomi makro dapat dijadikan dasar yang kuat bagi investasi dan percepatan investasi sektor riil, termasuk sektor agribisnis perkebunan. Perkembangan yang baik tersebut juga didukung dengan perkembangan ekonomi dunia yang terus membaik (kecuali Eropah) yang ditunjukan oleh naiknya volume ekspor dan impor dunia, menguatnya mata uang Euro dan Yen terhadap US $, ekonomi Cina sebagai car-full ekonomi dunia, kekuatiran deflasi yang semakin berkurang, indeks komposit spot non-migas yang terus melaju termasuk indeks komoditas pertanian.
• Diproyeksikan prospek investasi ke depan (tahun 2004) akan baik, yang ditunjukan oleh arus modal yang terus meningkat, cadangan devisa yang tetap berada dalam comfortable zone , kucuran kredit yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang membaik karena ditunjang dengan kebijakan fiskal yang pruden . Akan tetapi perlu think to watch , apakah pemilu transparant dan peacefull , kosolidasi fiskal yang prudent , inflasi yang rendah, dan kepastian hukum. Peluang tersebut perlu dimanfaatkan oleh dunia usaha termasuk agribisnis perkebunan.
1. Investasi agribisnis perkebunan di Indonesia cukup prospektif, karena didukung antara lain oleh: adanya pertumbuhan permintaan produk primer dan turunannya, political will dan langkah-langkah nyata dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan dan kebijakan yang mendorong tumbuhnya investasi, daya saing produk-produk ekspor perkebunan yang relatif baik dengan tersedianya input factor yang relatif tersedia, dan masih terbukanya peluang pengembangan industri hilir perkebunan di dalam negeri.
2. Upaya pengembangan agribisnis perkebunan difokuskan terutama pada: (i) peningkatan produktivitas melalui peremajaan tanaman, (ii) pengembangan areal baru, terutama untuk yang telah mendapat izin usaha, baik pada daerah KTI dan KBI, serta (iii) pengembangan industri hilir, terutama untuk produk-produk yang selama ini di ekspor dalam bentuk produk primer dan mengisi peluang pasar produk hilir dalam negeri. Upaya-upaya tersebut perlu didukung dengan penerapan Iptek.
3. Pemerintah hendaknya memperhatikan empat faktor kunci yang berpengaruh terhadap percepatan industri hilir perkebunan, yaitu: kebijakan PPN, insentif investasi, harmonisasi tarif, dan konsistensi kebijakan/dukungan pemerintah.
• Penyempurnaan kebijakan PPN melalui kebijakan satu pintu untuk mengurangi biaya pengurusan dan waktu.
• Insentif investasi berupa insentif fiskal hendaknya diberikan pada pengusaha yang membangun industri hilir baru (pioneer), dalam bentuk tax holiday , keringanan tarif impor mesin dan alat-alat untuk industri kecil dan menengah, insentif PPh berdasarkan serapan tenaga kerja dan percepatan transfer teknologi.
• Harmonisasi tarif perlu dilakukan dengan menerapkan tarif proporsional sesuai kandungan produk, pengenaan tarif masuk yang lebih besar terhadap produk hilir dibandingkan produk hulunya (misal teh), pengenaan tarif/pajak ekspor terhadap produk hilir lebih kecil dibandingkan bahan bakunya dan bersifat progresif (seperti produk hilir kelapa sawit).
• Konsistensi kebijakan/dukungan pemerintah merupakan faktor kunci untuk berhasilnya agribisnis perkebunan, termasuk perlu diperkuatnya koordinasi antara Departemen Pertanian dengan Departemen Industri dan Perdagangan
• Ekspansi bisnis untuk pengembangan industri downstream perkebunan, dapat dilakukan melaui dua cara, yaitu: integrasi vertikal termasuk didalamnya pengembangan second industry products dan end consummer market , serta diversifikasi horizontal melalui peningkatan skala usaha dan pemanfaatan kapasitas usaha yang idle.
• Pada dasarnya, pengembangan agribisnis perkebunan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi berkolaborasi dengan lembaga lainnya. Konsep cluster merupakan alternatif strategi yang relistis dalam memembangun agribisnis perkebunan yang kompetitif. Dengan pendekatan cluster (konsep KIMBUN mungkin salah satu contoh yang mendekati), memungkinkan terjadinya interaksi yang sinergis berbagai komponen yang saling mendukung yaitu: lembaga riset dan universitas, industri yang terkait, pengusaha dan asosiasi. Cluster based yang efisien akan memicu learning process dan buyer positioning , serta sangat menarik bagi investor global.
• Menghadapi tantangan kedepan yang semakin kompetitif, maka setiap usaha agribisnis perkebunan dibutuhkan perubahan manajemen (change management) yang meliputi: kemampuan inovasi, kecepatan dan akses, adaptasi teknologi, leadership, dan harus cermat melihat peluang.
• Rencana tindak lanjut ( action plan ) untuk mempercepat investasi agribisnis perkebunan adalah:
(i) Pelaku bisnis harus bisa meyakinkan bahwa agribisnis perkebunan mempunyai prospek yang baik, untuk itu inisiatif harus datang dari pelaku bisnis ( enterprenure ), investasi agribisnis perkebunan dapat memanfaatkan dana-dana dari luar negeri serta lembaga non-bank yang ada di dalam negeri,
(ii) Karena masalah perkebunan ada di off-farm , maka perusahaan perkebunan (BUMN dan Swasta) harus mengembangkan usahanya pada downstream /industri perkebunan agar produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
(iii) Kedepan mengharapkan kredit investasi dengan bunga murah dari pemerintah akan sulit, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator melalui kebijakan makro dan sektoral yang mendukung pengembangan agribisnis perkebunan.
(iv) Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan beberapa peraturan yang potensial menghambat investasi perkebunan seperti: batasan luas usaha yang ada pada RUU Perkebunan, rencana peraturan pemerintah (RPP) tentang pajak ekspor CPO, pajak pertambahan nilai (PPN) produk perkebunan, dan peraturan daerah/restribusi yang memberatkan usaha perkebunan terutama bagi petani/pekebun sebagai produsen yang utama. Selain itu diharapkan kebijakan/ dukungan pemerintah terhadap agribisnis perkebunan hendaknya konsisten dan adanya koordinasi antar Departemen/lembaga terkait.
(v) Pengembangan konsep KIMBUN ke depan perlu memperhatikan pendekatan cluster , agar efisien dan menarik investor global.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar